Senin, 02 Mei 2016

Jangan Kau Pukul Anakmu

Tidak ada yang lebih membahagiakan orang tua melebihi kebahagiaan melihat anak-anak mereka tumbuh berkembang dengan kesalihan yang tampak nyata. bayangan memperoleh hasil yang memuaskan sering memenuhi jiawa dengan perasaan bangga, puas dan haru. Sebaliknya, bayangan kegagalan mendidik anak, untuk kemudian menghasilkan anak-anak yang durhaka sering menghantui jiwa dan menyesakkan dada. Perasaan was-was dan khawatir yang melahirkan mimpi-mimpi buruk berkepanjangan.


Untuk itu, tidak selayaknya orang tua mengabaikan tahapan-tahapan pendidikan anak-anak mereka. Pengabaian yang akan berakibat fatal di kemudian hari sebagaimana pernyataan Imam Ghazali, "Jika seorang anak diabaikan sejak awal perkembangannya, maka umunya dia kan menjadi seorang yang buruk akhlaknya, pendusta, pendeki, pencuri, pengadu domba, sertaa bersifat kekanak-kanakan, tidak serius dan tidak dewasa."
Rasulullah dalam hadist riwayat At Tirmidzi bersabda, "Didikan seorang ayah terhadap anaknya, lebih baik daripada bersedekah satu sha'."

Menanamkan Kedisiplinan
Tidak bisa dipungkiri bahwa menanamkan kedisiplinan kepada anak merupakan salah satu pilar penting dalam pendidikan mereka. Hal ini bertujuan agar mereka kelak menjadi manusia dewasa yang mandiri, cerdas, bertakwa dan berkepribadian islami. Dan karena perilaku buruk yang merupakan ancaman bagi keberhasilan pendidikan yang sebenarnya disebabkan oleh kebiasaan yang ditanamkan sejak kecil dan pengarahan yang kelru, prinsip targhib (memberi motivasi) dan tarhib (memberi ancaman), merupakan metode pendidikan yang sangat penting dalam pelurusan dan penanaman kedisiplinan anak. Bahkan Rasulullah sendiri sering menggunakan metode ini dalam banyak kesempatan.

Ajang Perdebatan
Pada tahapan pendidikan anak, kadang kita temukan anak-anak yang cenderung menyimpang dan melakukan perbuatan-perbuatan durhaka, baik kepada Allah maupun kedua orang tua, meski pendidikan yang lembut dan penuh pengertian sudah diberikan.
Pada kondisi inilah anak memerlukan 'pelajaran', agar dia mengerti bahwa perbuatan yang dia lakukan adalah kesalahan yang serius dan tidak kecil nilainya. Meski 'pelajaran' di sini harus dibedakan dengan 'hukuman'. Sebab, anak-anak adalah kelompok yang masih memerlukan bimbingan di dalam proses pendidikan mereka. untuk itu, pemberian 'pelajaran' haruslah dimaknai sebagai salah satu metode pendidikan dan bukan sebagai sanksi atas kesalahan yang mereka lakukan.
Pemberian 'pelajaran' secara fisik inilah yang banyak menimbulkan perdebatan di kalangan pemerhati dan pelaku pendidikan anak. Sebagian dari mereka berpendapat bahwa pemberian hukuman secara fisik kepada anak-anak, seperti memukul, mencubit dan menampar adalah bentuk kekerasan yang harus dihentikan. Nadine Block direktur eksekutif di Center for Effective Discipline in Columbus, Ohio berkata,
"Ini adalah tindakan yang patut dicela secara moral, jika mengizinkan para orangtua dan para pengasuh anak-anak melakukan kekerasan terhadap kelompok masyarakat yang paling lemah. Anak-anak."
Hukuman fisik terhadap anak-anak adalah sebuah kekerasan atau langkah pertama mengajarkan kekerasan pada mereka.
Beberapa penelitian membuktikan adanya temuan perilaku psikologis negatif pada diri korban. Di samping mereka juga menjadi agresif, jahat, berperilaku menyimpang, menyimpan masalah kesehatan mental, depresi atau menjadi pelaku kekerasan kepada orang lain di sekitarnya.

Rasulullah Mengizinkan
Sebagian yang lain menganggap pemberian hukuman secara fisik terhadap anak-anak adalah salah satu cara efektif untuk mengajarkan kedisiplinan, juga meluruskan kesalahan-kesalahan yang mereka lakukan. Imam Ahmad berkomentar tentang seorang guru yang memukul muridnya, "Ya boleh, hal itu dilakukan sesuai kadar kesalahan mereka. Namun, jika memungkinkan SEBAIKNYA dihindari. Sedang anak kecil yang belum berakal, tidak boleh dipukul."

Rasulullah juga sangat jelas memerintahkan kepada para orang tua untuk memukul anak-anak mereka yang tidak mengerjakan sholat pada usia sepuluh tahun.
"Perintahkan anak-anak kalian untuk mendirikan sholat ketika mereka berusia tujuh tahun. Dan pukullah mereka (Jika mengabaikan sholat) pada usia sepuluh tahun. Serta pisahkanlah tempat tidur mereka." (HR. Abu Dawud)

Aturan-Aturan di Dalam Memukul Anak

1. Usia minimal sepuluh tahun
Sesuai dengan hadist di atas. Pukulan yang diberikan kepada anak pada masa pertumbuhan jasmani dan akalnya, kadang bisa menyakiti salah satu organ tubuhnya, atau mengganggu kesehatan jiwa dan akalnya. Usia sepuluh tahun dianggap sebagai usia dengan kondisi fisik yang cukup untuk menerima pukulan ringan. Sedang usia sebelum itu, yang harus dilakukan orang tua adalah bersabar dengan segala kelembutan dan kasih sayang.
Memukul anak haruslah seperti memberi garam pada masakan. Secukupnya untuk menguatkan rasa. Hal ini semata-mata karena pukulan itu hanyalah sekedar pembelajaran dalam proses pendidikan, yang dilakukan dengan keterpaksaan dan dalam kondisi darurat. Bukan sebagai hukuman, apalagi sekedar memuaskan amarah kedua orang tua.

2. Maksimal Sepuluh Kali
Bukhari meriwatkan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Seseorang tidak boleh didera lebih dari sepuluh kali, kecuali dalam masalah had."
Ini adalah jumlah maksimal, sangat dianjurkan kurang dari itu jika tujuan pukulan yaitu pemberian pelajaran sudah terpenuhi.

3. Alat pukul, cara dan tempat memukul
Alat pukul bisa berupa tongkat, cemeti, batang kayu, sendal, ujung baju yang dianyam menjadi keras atau yang lain. Asalkan tidak sampai melukai daging, namun hanya mengenai bagian kulit luar. Alat yang melukai daging berarti bertentangan dengan ajaran Islam. Di samping itu, alat pukul tidak boleh terlalu lunak atau terlalu keras, tidak boleh mamakai kayu beruas atau bercabang, tidak terlalu basah atau tidak terlalu kering.
Di dalam memukul adalah pertengahan antara terlalu lunak dan terlalu keras. Jangan sampai mengangkat tangan hingga terlihat ketiak si pemukul, jangan terpusat di satu tempat dan jangan pula bertubi-tubi yang tidak menyisakan jeda waktu. Semua itu agar tidak  menghasilkan pukulan yang sangat menyakitkan.
Adapun tempat yang boleh dipukul adalah seluruh tubuh kecuali bagian wajah, kepala dan kemaluan. Ibnu Sahnun merekomendasikan kedua kaki.

4. Tidak disertai amarah
Ketika memukul anak, orang tua tidak boleh mengucapkan kata-kata cacian dan umpatan yang menunjukkan kemarahannya. Kemrahan yang menyertai pemukulan bisa jadi menjadikan pemukulan itu tidak terkendali, kemudian timbul hal-hal yang tidak diinginkan. Kontrol diri agar tujuan pemukulan itu tercapai dengan baik dan bukan pukulan yang disertai kata-kata yang tidak pantas mutlak harus dihentikan.
Umar bin Abdul Aziz pernah membatalkan pukulan kepada seseorang, dan saat ditanya alasannya, beliau menjawab, "Terlintas di hatiku rasa marah terhadapnya, dan aku tidak mau memukulnya dalam kedaan marah kepadanya."

5. Berhenti ketika anak menyebut nama Allah
Saat anak dipukul orang tuanya, kemudian memohon perlindungan kepada Allah maka, pemukulan harus dihentikan. Hal ini sebagai tanda anak tersebut telah menyadari kekeliruannya atau merasakan sakit yang amat sangat, atau mengalami ketakutan yang luar biasa. Terus memukul dalam kondisi ini adalah tindakan kriminal dan zalim. Juga bukti bahwa orang tua memukul anak karena marah atau dendam.
Rasulullah bersabda di dalam hadist riwayat At Tirmidzi dari Sa'id Al Khudri, "Jika salah satu di antara kalian memukul pelayannya, kemudian dia menyebut nama Allah, maka hendaklah dia mengangkat tangannya."

Disadur dari Majalah Ar Risalah No. 23 Th. II Mei 2003.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar