Senin, 09 Mei 2016

[Pasca Operasi] ... Dan Rinduku Bertaut Padamu

Suhu di ruangan operasi amat dingin, badan saya menggigil. Perawat mengecek kondisi saya, menanyakan kabar dan mengecek beberapa hal teknis lainnya. Rasanya ingin segera keluar dari ruangan itu dan merasakan sedikit udara hangat di luar. Efek obat bius masih ada, saya masih belum merasakan adanya anggota tubuh bagian bawah. Bahkan, saya sendiri kaget ketika tidak sengaja memegang paha.  Ini apaan ya yang hangat? Eh, taunya itu paha saya sendiri, mwahaha norak banget.Suhu badan saya lebih hangat karena menyesuaikan dengan kondisi ruangan operasi yang dingin.


Pengecekan pasca operasi telah selesai. Saya diantar ke ruang perawatan. Saya pikir, karena memiliki BPJS tingkat II bisa mendapat ruangan yang nyaman. Ternyata,saya mendapat ruangan kelas III. Jadi dalam satu ruangan perawatan, ada delapan pasien, ruangannya tidak terlalu luas, ditambah dengan keluarga pasien yang menunggu, dan ketidakbolehan menyalakan kipas, maka lengkaplah sudah. Kite jadi ikan teri dalam oven cyiin.

Kabar yang saya dapat, ternyata ruangan kelas II sudah penuh. Sehingga mau tidak mau harus dirawat di ruangan yang tersisa. Kabar miringnya nih, untuk bisa mendapat ruangan sesuai dengan tingkat BPJS, kamar harus dipesan sehari sebelumnya, dan ini membutuhkan lobi juga. Jadi kalau diilustrasikan kayak gini.

Mr. X = "Halo? Ini rumah sakit?"
Rumah Sakit (RS) = "Iya betul, ada yang bisa kami bantu?"
Mr.X = "Iya. Jadi begini, istri saya besok akan kecelakaan, bisa gak saya pesen ruangan kelas I?"
RS = "Kalau besok, ya bisa pak. Kalau kecelakaannya hari ini ya gak bisalah. Akan kami siapkan ruangannya besok. Pasien penuh untuk hari ini, Pak."
Mr.X = "Baguslah kalau begitu. Senang berbisnis dengan Anda. Ingat ya, besok istri saya kecelakaan lho."
 RS = "Baik, senang berbisnis dengan Anda juga."

Siapa yang tahu kalau hari ini atau besok kita akan sakit? Siapa yang bisa menjamin, beberapa jam ke depan kita celaka atau tidak? Dikate rumah sakit itu hotel ya, main booking aja.  Semoga saja ini murni kabar miring dan semoga saja yang berada di rumah sakit segera diberi kesembuhan dan kekuatan. Aamiin.

Hari menjelang sore, efek bius mulai berkurang. Itu artinya, ucapkan selamat datang pada kesakitan selanjutnya. Saya mulai merasakan ketidaknyamanan akibat adanya selang penampung urine, begitu juga nyeri dan perih pada bekas jahitan di perut, ditambah dengan nifas dan ruangan yang sumpek.

Luka jahitan di perut berkedut-kedut, perih, pedih dan nyeri. Saya sampai menggigit bibir, menahan sakitnya. Hari pertama ini amat menyiksa. Badan susah digerakkan, jika pun digerakkan harus perlahan dan sesuai step, itu pun kedutan di perut akan menjadi. Perihnya bisa berlipat-lipat.

Saya mengamati pasien-pasien yang berada seruangan. Ada yang sudah satu minggu di ruangan perawatan karena masih lemah, ada yang dijahit ulang bekas lukanya karena bernanah namun ada yang akan keluar hari itu karena sudah terlihat kuat. Setelah saya melakukan pengamatan dan wawancara, untuk bisa keluar cepat kamu harus bisa menunjukkan kalau kamu kuat, bisa jalan kembali dan BAK serta BAB dengan lancar.  Sejak tahu tentang itu, saya pun bertekad kuat untuk segera keluar. Besok saya harus bisa berjalan kembali. Semangat!(Terlihat api berkobar-kobar di punggung dan kepala saya hahaha)

Malamnya saya berlatih memiringkan badan ke kiri dan kanan. Ya Allah, sakitnya saat itu. Tapi tekad sudah tertancap, pantang mundur sebelum menang (pulang). Tahapan pertama saya belajar miring kiri, nafas harus diatur untuk mengurangi rasa sakit. Sukses miring kiri, lalu miring kanan. Jadilah malam itu isinya miring kiri dan kanan.

***
Siapa yang bisa tidur di ruangan yang panas dan sesak? 
Siapa yang bisa tidur dengan suara tangisan bayi yang bersahutan?
 Selebihnya,
 siapa yang bisa tidur tanpa melihat langsung wajah bayi yang baru saja dilahirkannya?

 Hanya fotonya yang bisa saya lihat saat itu. Duh, yang selalu membuat terjaga selama sembilan bulan. Tangannya dibebat perban selang infus. Sekecil itu sudah dipasangin infus, sakitkah ketika ditusuk jarum, Nak? Sini, pindahin saja ke Ummi sakitnya. Dedek yang kuat ya, biar barengan keluar dari sini. Biar Ummi yang rawat Dedek. Begitu gumam saya melihat fotonya.

Ahhh, rasanya perih. Rindu itu selalu saja terasa perih. Dia yang selalu mengejuttkan dengan tendangan-tendangan kecilnya, dengan geliatnya. Tidak ada lagi. Dedek di ruangan NICU, dirawat intensif karena kemungkinan ada cairan ketuban yang tertelan. Ya Allah, sebegitunyakah?

***

Hari selanjutnya, saya kembali mendapat foto Dedek dari Abinya. Nyesek, di foto tersebut, Dedek lagi menangis. Rupanya, dia lapar. Mungkin karena kondisi saya yang masih lemah, pihak RS tidak mengizinkan memberi ASI dan memberikan susu formula kepada Dedek. Rasanya seperti tidak berguna T_T

Tekad untuk segera kuat dan pulang menjadi semakin besar. Hari itu saya belajar duduk. Ya, setelah operasi, kamu harus kembali belajar. Maka bersyukurlah yang diberikan kesehatan dan kenormalan, gunakan untuk kebaikan, agar berkah adanya. Belajar duduk harus dibantu, karena mengangkat badan butuh kekuatan ekstra. Berkali-kali gagal dan saya tidak mau serta merta menyerah. Setelah gagal, lalu istirahat mengumpulkan kekuatan. Mencoba lagi, terus menerus, sembari beristirahat dan alhamdulillah saya bisa duduk dengan dibantu. Horeee, berhasil ... berhasil!

***
Hari ketiga pasca operasi, rindu makin membuncah. Apa kabarmu, Nak? Ummi kangen.  
Pagi-pagi saya duduk selonjoran di tepi dipan. Hari itu saya menjadwalkan diri untuk latihan berjalan. Tentu dibantu oleh suami. Lutut saya gemetaran hehe, ketika kaki menginjak lantai, luka bekas jahitan langsung berdenyut, nyeri banget. Jadi saya latihan berdiri dulu, sampai tubuh terbiasa. 

Selangkah, dua langkah, denyutan pada luka menghebat. Arrrgh, kenapa sesakit ini? Keringat mengucur di dahi padahal baru melangkah dua kali. Saya mundur dan kembali duduk di dipan. Rupanya harus banyak bersabar. Baiklah, jangan menyerah Rin, semangat untuk Dedek ya!


Bersambung...? Yakin?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar