Ilustrasi |
Hari Perkiraan Lahir (HPL) Aisyah memiliki beberapa versi. Versinya Ibu Bidan yang menghitung umur kehamilan berdasarkan Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT), HPL Aisyah tanggal 12 Oktober 2015. Sedangkan versi dokter kandungan berdasarkan perhitungan mesin USG, HPL Aisyah tanggal 15 Oktober 2015. Kok bisa berbeda? Bisa dong, kan kan cuma perkiraan, tidak ada yang tahu pasti kapan proses pembuahan terjadi, jadi dibuatlah perkiraan berbagai versi sesuai dengan ilmu masing-masing. Tentu saja yang mengetahui pasti kelahiran Aisyah ya, Allah semata :)
Perut sudah membuncit, beban bawaan semakin berat. Saya dan suami sudah mulai deg-degan ketika memasuki Bulan Oktober. Persiapan sudah fix, tinggal menunggu hari H tiba. 10, 11, 12 Oktober, menghitung hari dan tidak ada tanda-tanda melahirkan. Kami pun berkonsultasi ke Ibu Bidan. Ibu Bidan menyarakan untuk menunggu dulu, perkiraan manusia bisa salah. Saya pun merutinkan melakukan pekerjaan yang berat-berat, seperti mencuci, menyetrika, muter keliling kompleks. Ini bertujuan untuk memudahkan proses melahirkan nanti.
Hari berganti hari, tanda-tanda melahirkan tidak juga terasa. Saya mulai tidak karuan, rasanya linglung, ini bocah kenapa gak mau keluar ya? Doa pun makin dikencengin, minta sama Allah diberikan ketenangan, kemudahan dan kekuatan sampai proses persalinan. Ibu Bidan pun kembali menyuruh bersabar, karena berdasarkan pengalaman beliau, ada bahkan yang melewati belasan hari setelah HPL barulah benar-benar melahirkan.
Melewati seminggu dari HPL, muncul bercak-bercak darah. Ini merupakan tanda-tanda awal melahirkan. Saya mulai merasakan nyeri di pinggang. Sakit datang perlahan, hilang muncul. Saya dan suami pun bergegas menuju polindes, setelah dicek oleh Ibu Bidan, baru permulaan pembukaan satu. Saya pun meilih pulang ke rumah Mama sampai menunggu pembukaan selanjutnya.
BTW, mengecek pembukaan itu ngeri banget ya. Saya baru pertama ngerasainnya, aduh, malu setengah mati hehe.
Bercak darah makin banyak yang keluar, sampai sore hari. Namun menjelang malam, bercak tidak keluar lagi. Nyeri pun menghilang. Hei, sayangku yang ada di dalam perut, masih malu ya? Empat hari dengan pembukaan satu, tidak ada kemajuan, kami pun berikhtiar ke dokter kandungan.
Hasil USG memperlihatkan bahwa kondisi air ketuban sudah tidak baik, plasenta pun mulai mengapur, tidak cukup bagus untuk menunjang kehidupan bayi. Dokter menulis surat rujukan dan menyarankan sesegera mungkin ke rumah sakit agar dilakukan tindakan khusus sehingga ibu dan bayi selamat. Dokter hanya memberi waktu maksimal tiga hari menunggu, jika lebih dari itu tidak juga ada perkembangan, harus ke rumah sakit.
Rasa khawatir menyelinap, takut terjadi apa-apa dengan bayi. Saya dan suami masih berharap bisa melakukan proses persalinan secara alami, normal lebih baik. Namun apa mau dikata, tiga hari berlalu tanpa perkembangan berarti, Senin pagi saya pun masuk rumah sakit.
Apakah langsung dilaksanakan operasi caesar?
Tentu saja tidak. Masih ada harapan untuk melahirkan secara normal, yaitu dengan cara diinduksi. Sesampai di rumah sakit, saya dan keluarga diberikan penjelasan tentang proses persalinan baik normal dan caesar. Berada di ruang tindakan persalinan bukannya tambah tenang tapi tambah nyesek. Satu ruangan diisi hampir enam atau delapan (sudah lupa jumlah pastinya) ranjang yang berisi ibu-ibu hamil yang siap melahirkan. Ruangan yang menegangkan dan penuh rasa sakit. Selama hampir 24 jam saya berada di ruangan itu, saya menyaksikan tiga proses persalinan. Teriakan kesakitan ibu yang melahirkan cukup membuat saya tegang setegang-tegangnya. Lebay ah, biarin!
Saya mulai dipasang infus yang diberikan cairan induksi (jangan tanya saya apa nama cairan dan jumlahnya, untuk asalah teknis, saya kurang tahu). Jika sudah diberikan 3-4 kali cairan tersebut namun tidak ada perkembangan, barulah dilaksanakan proses operasi caesar. Proses Induksi itu artinya proses untuk merangsang kontraksi rahim.
Botol infus pertama habis, saya mulai merasa tidak karuan. Nyeri hebat mulai menjalar di sekitar pinggang. Rentang nyerinya pada saat itu sekitar 20 menit sekali. Antara kesakitan dan senang. Sakit karena memang proses perangsangan sudah dimulai dan senang karena aaaahh, akhirnya saya mau lahiran juga. Infusan diganti yang baru, nyeri hebat pun makin terasa dengan intensitas yang lebih cepat dari sebelumnya. Suami menenangkan dari samping, saya meminta doa darinya karena rasa sakitnya sudah cukup sukses membuat saya mulai setengah berteriak.
Mama datang, bergantian jaga dengan suami. Hal ajaib terjadi di sini, selama Mama mengusap pinggang dan perut, sakit yang mendera berangsur-angsur menghilang. Namun, Mama tidak bisa berjaga lama-lama, entah karena apa Mama keluar dan diganti oleh suami. Sakit menghebat, makin malam makin bertambah, badan sudah gemetaran, saya sempat berteriak ke suami agar mengelus pinggang seperti yang dilakukan Mama agar sakitnya hilang. Tapi nihil, sakitnya menghebat. Saya memintaMama datang dan mengelus, ajaibnya sakit mereda. Di situ saya menyadari, ada begitu banyak dosa saya ke Mama. Sakit ini seperti menggambarkan kesakitan Mama ketika melahirkan saya dulu. Ampuni salah anakmu ini ya Ma T_T
Memasuki tengah malam, yang berjaga secara bergantian tinggal suami dan mertua. Alhamdulillah, dapat mertua yang baik dan sabar, mau menunggu selama proses. Beberapa jam dengan kesakitan yang makin bertambah, pinggang seperti terbelah, teriakan kesakitan saya sudah hampir sama dengan teriakan ibu di sebelah saya yang sedang melahirkan. Tiap lima menit nyeri itu datang, makin lama dan makin sakit. Bidan pun mengecek pembukaan.
"Maaf Bu, masih pembukaan satu, tapi pembukaan satu longgar. Saya akan menghubungi dokter kandungan untuk langkah selanjutnya karena sudah lama tapi belum ada kemajuan berarti."
Adzan Subuh berkumandang dan dokter menyimpulkan bahwa saya mengalami kegagalan induksi dan harus dioperasi pagi itu juga.
Bersambung ....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar