Begitu banyak hal yang terjadi di dalam kehidupan ini, yang jelas, semuanya terus bergulir. sesuai dengan takdir masing-masing, sesuai dengan skenario Allah tentunya. Saya yang sekarang, jelaslah tidak sama dengan yang dulu. Semua hal berubah, mulai dari kegiatan harian, status diri sampai kepada tingkah dan sikap.
Pagi menjelang siang, kala itu saya sedang berbagi cerita dengan Mbak Tuti (Hai Mbak Tuti, apa kabar? Kangen deh sama rumah korek apinya). Banyak hal yang kami bahas, mulai dari perkembangan kampus, orang-orang yang berada di dalamnya sampai pada perkembangaan rumah korek apinya. Suatu saat saya akan menulis tentang rumah korek api.
"Rurin sekarang sudah mulai berbed ya?" ujar Mbak Tuti.
"Ah, masa sih Mbak? Apanya yang berubah?" Sahut saya bingung.
"Sudah mulai rapi, pemikirannya juga sudah mulai dewasa. Menjadi mahasiswa memang harus begitu." Jawabnya sembari tersenyum penuh arti.
Saya dan Mbak Tuti memang sudah saling mengenal sejak 13 tahun yang lalu.Sudah cukup lama, sejak saya masih berjerawat batu (Etdah, sekarang pun masih padahal hehe), sejak kelas satu SMA maksudnya. Beliau cukup banyak menemani masa-masa galau nan kelam nan alaynya saya. Pembicaraan tentang perubahan, itu terjadi ketika saya memasuki semester lima kuliah.
Lalu kemudian seperti dejavu. Pembicaraan tentang perubahan kembali terjadi, tepat ketika saya sudah memikul beban berat sebagai orang kece eh salah, guru maksudnya.
"Rurin sekarang semakin berubah. Cara bicaranya lebih kalem, lebih dewasa keliatannya. Banyak hal yang memang harus dijaga ya, Dek ...." Kata Mbak Tuti kalem. Dalam hati saya pun berpikir, "Ya Tuhaaaan, memangnya saya setengil dan secablak apa duluuuu."
Lalu sekarang, apa ya yang berubah? Apa yang kembali harus saya benahi? Apa yang harus saya hilangkan dan buang jauh-jauh?
Jika diingat-ingat, ketika dulu menjelang akhir kuliah, saya begitu rajin menulis, begitu semangat mencari informasi lomba dan mengeksekusinya dan semua berubah ketika negara api menyerang hehe. Gak ding. Sekitar tahun 2010 sampai 2013, saya gila-gilaan mengikuti lomba menulis. Kemudian mengenal banyak orang, dari berbagai sifat dan karakter, banyak mengalami hal-hal menyenangkan dan menyebalkan, seperti memenangkan lomba dan mendapatkan pulsa gratisan dari sekedar share ini itu hehe.
Trus sekarang kenapa kamu gak nulis lagi, Rin? Begitu pertanyaan Ibu Dewi Nuranjani ketika berboncengan di atas motor. Saya pun ngeles, "Laptop saya rusak Wi, gak enak nulis pake laptop orang."
Alasan yang dibuat-buat, ketika ada begitu banyak orang yang bisa menulis bahkan via ponselnya.
Beberapa tahun tidak menulis, banyak kerinduan yang hadir. Banyak kecemburuan yang muncul. Apalagi jika melihat teman-teman yang dulu seangkatan jadi hantu lomba, sekarang sudah pada sukses. Ada yang sudah menjadi penulis buku anak, ada yang sudah menjadi penulis buku komedi remaja, ada yang terus berkibar menjadi hantu lomba pada perlombaan menulis yang bergengsi. Dan saya? Mau jadi apa hambaMu, ya Allah.
Banyak perubahan, banyak perbedaan, bergulir tak henti-henti. Mungkin, sudah saatnya saya kembali, menjadi sesemangat dulu untuk menulis. Bukan untuk siapa-siapa, ini untuk diri saya sendiri. Karena dari menulislah saya mendapatkan banyak hal.
"Ayo, nulis lagi, Rin." Ujar Ewi siang itu.
"Insya Allah, Wi."
Ini kok ya endingnya jadi si Ewi, padahal tadi ngomongin Mbak Tuti. Dasar Labil. Biarin!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar