Sabtu, 07 Mei 2016

Operasi Caesar itu ....

Ilustrasi dari google
"Ibuuk...!" teriaknya kesakitan. Peluh membanjiri keningnya, wajahnya memucat, kelelahan.
"Ibuuuk, sakitt, Bu. Astaghfirullah...!" Teriakannya memenuhi ruangan persalinan. 
Ibu Bidan terus memantau dan menyemati si calon Bunda.

"Ayo, Bu, terus dorong Bu. Sedikit lagi."
"Aaaaaaaaakkhhh, astaghfirullah...!"
"Oeek, oeek, oeek..."
Sang bayi pun lahir dan segera diberikan tindakan. Demikian juga dengan sang Bunda, yang sudah terlihat tak berdaya.

Kejadian itu merupakan proses persalinan ketiga yang terjadi di ruangan. Posisinya tepat di samping saya. Walau tertutup tirai, saya masih bisa melihat dua proses persalinan tersebut. Tutupan tirainya gak rapat cyin, hehe. Sudah tiga persalinan dan saya belum juga mengalami perkebangan berarti, hanya sakit yang makin mendera. Sepanjang hari sampai subuh saya tidak sedikit pun bisa memejamkan mata. Suara para ibu yang sedang melahirkan dan sakit yang merabah tubuh sudah sangat cukup menghilangkan kantuk. Saya pasrah, apapun yang terjadi esok, biarlah Allah yang mengatur.

***
Dokter sudah memutuskan untuk melakukan tindakan operasi. Suami diminta menandatangani surat persetujuan. Pagi harinya saya mulai dipersiapkan untuk operasi. Persiapannya meliputi pergantian baju, dari ruang persalinan sampai ruang operasi, pasien hanya mengenakan sarung panjang. Nanti setelah masuk ruang operasi akan dikenakan pakaian khusus operasi. 
Persiapan selanjutnya adalah pemasangan kantung penampung urine. Menurut saya ini persiapan paling menyiksa. Selang penampung urine dimasukkan (Maaf ya) ke dalam miss V. Rasanya amat sangat tidak nyaman. Seperti kena ayang-ayangan. Rasa ingin pipis sangat kuat tapi kamu tidak bisa pipis seperti biasa karena memang pipis sudah mengalir ke kantung penampung urine. Ya Allah, jika saja bisa, tak tarik keluar aja nih benda T_T

Berlanjut pada pengecekan alergi. Saya disuntik dengan cairan (Sekali lagi, saya kurang paham dengan nama-nama medisnya ya) yang rasanya kayak dicubit hehe. Cuma sebentar kok, perawat dan bidan pasti menginformasikan rasanya jika disuntik dengan ini dan itu agar kita gak kaget, siap menerimanya dan tentunya tiada dusta di antara kita. Halah!

Persiapan sudah cukup, dengan ranjang dorong saya diantar menuju ruang operasi. Horor-horornya dimulai nih. Udah kayak di sinteron tahu gak, kamu didorong dengan sigap oleh para perawat (kece), orang-orang sepanjang selasar memandangmu penuh simpati, empati dan tanda tanya.

Saya mendapat jadwal operasi pertama, sebelum masuk ruang operasi, pihak keluarga diperkenankan untuk melihat pasien untuk memberikan semangat kali ya. Suami menghampiri, mengusap ubun-ubun dan memberikan kecupan romantis di kening. Ciee, cieee. Sssst, lagi serius gak pake cie-cie. Lalu mama datang, memberikan penguatan dan semangat, dan ditutup dengan ciuman di pipi kanan dan kiri. Masya Allah, seumur-umur, baru kali ini Mama mencium saya. Huhuhu, love you Ma.

Hanya Ilustrasi :)
Sesi cipika-cipiki selesai. Saatnya masuk ke ruang operasi. Ruang yang horor. Penuh peralatan dan selang serta orang-orang berpakaian hijau.

"Rurin! Kamu ngapain di sini?" Sapa satu suara di samping. Saya pun memincingkan mata, mencoba mengenal makhluk di samping saya.
"Hah! Harusnya saya yang bertanya, kenapa kamu ada di sini, Gustafo?" Idih, kenapa jadi telenovela hihihi. Becanda, becanda. 
Ternyata yang menyapa itu, sahabat SMP saya. Dia memang bekerja di rumah sakit dan ternyata dia juga termasuk tim operasi saya.  
"Duh, apa kabar? Lama ya gak ketemu. Sekalinya ketemu tempat beginian." Jawab saya. Dia pun hanya tersenyum dan mulai mempersiapkan tetek bengek operasi. 

Operasi caesar tidak dibius total ya, Pemirsa. Hanya bius lokal. Berarti, selama operasi berlangsung kamu sadar sesadar-sadarnya. Kurang horor apa coba? Obat bius sudah disuntikkan, setelah beberapa saat, saya mulai merasa kebas mulai dari perut sampai kaki. Bagian anastesi mengeceek apakah kaki saya masih bisa digerakkan atau tidak. 

Dokter menyarankan saya untuk tetap tenang, rileks dan dzikir. Oya, walaupun sadar, saya tidak bisa melihat proses operasi ya, karena ada kain penghalang. Operasi pun dimulai, saya cukup tegang hehe, sisi kemanusiawian saya muncul. Prasangka-prasangka muncul satu persatu. Daripada gak jelas, saya memilih berdzikir dan muroja'ah hafalan. It's work, hal ini sangat membuat tenang.

Tim operasi berusaha mengurai ketegangan dengan membahas hasil balapan GP, ketika itu kan lagi trendingnya kasus 'Aa Rossi dan 'Aa Lorenzo. Ya ampun, saya sampai senyum-senyum sendiri mendengar pembicaraan mereka. Koentator olahraga kayaknya kalah saing sama analisis mereka.

Saya tidak tahu berapa lama dioperasi. Waktu berjalan melambat. Tidak karuan. Tahu-tahunya saja, dada saya ditekan cukup keras, berkali-kali. Dokter menenangkan saya, karena terasa sekali tekanannya. 
Oeeek, oeeek, oeeekk.
Ya Allah itu bayi saya menangis. Bayi sudah berhasil keluar dan ditangani oleh bidan. Rupanya air ketuban sudah berwarna hijau, Dedek Aisyah segera dimandikan. 
Memasuki tahapan penjahitan, saya bisa sedikit melihat benang yang diangkat melebihi pembatas kain. Kali ini saya mati rasa terhadap proses operasi, yang ada dalam pikiran saya cuma satu. Bagaimana kabar Dedek Aisyah?

Bersambung ....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar