Angora tersayang |
Kamis Subuh kemarin menjadi waktu yang tak terlupakan. Angora, salah satu kelinci betina melahirkan. Sayangnya, dalam proses persalinan selalu ada drama, selalu ada kesakitan dan berakhir dengan keharuan.
Subuh itu, tepatnya pukul 04.00 wita, terdengar bunyi mencicit dari depan rumah. Saya yang saat itu sedang menyusui Aisyah, menyimpulkan bahwa itu suara tikus yang berkelahi. Memang biasanya seperti itu, ada sarang tikus di pinggiran got depan rumah.
Anehnya, suara cicitan itu makin nyaring dan ribut. Saya pun menjadi was-was. Suami pun terbangun dan segera mengecek sumber suara. Tak lama kemudian, suami berteriak, cukup histeris lalu memanggil saya untuk keluar.
Mata saya membelalak, angora terjepit di antara sela-sela bambu alas kandang. Badannya sudah tak karuan. Ada anjing yang mencium bau darah ketika dia melahirkan. Kaki angora ditarik sampai badannya masuk di sela-sela bambu. Kondisinya sangat memprihatinkan.
Angora sekarat, nafasnya tersengal-sengal. Bagian badan dari perut sampai kaki sudah tidak berbentuk. Suami panik, dia kebingungan mau berbuat apa. Saya mengambil senter dan memintanya perlahan mengeluarkan angora dari jepitan bambu. Angora mencicit kesakitan, ah, rasa sakitnya seperti terasa di badan saya.
Kolong kandang dicek, dan ditemukan dua ekor anak angora yang juga sekarat. Badannya juga terluka. Sampai di detik itu rasa benci terhadap anjing yang menyerang angora hadir mengisi kepala. Astaghfirullah ... tidak berselang lama, angora dan dua anaknya mati. Saya tertegun, kelinci yang lucu dan menemani saat-saat sendirian di rumah, mati dengan kondisi mengenaskan.
Suami mengecek mayat angora dan menemukan masih ada dua anaknya yang hidup tapi masih dalam perut. Sesegera mungkin saya mengambil gunting agar suami bisa membuka kantong rahim angora. Dua bayi angora yang masih merah dan lemah pun berhasil dikeluarkan.
Ini dia Kelinci kembar anak angora. |
Suami menyiapkan tempat yang hangat untuk bayi angora. Seperti bayi pada umumnya, bayi angora tampak mencari puting susu. Duh, ini menjadi dilema. Saya dan suami pun sepakat memberikan asi perah. Karena di rumah tidak ada susu formula atau susu-susu lainnya. Kondisi darurat militer nih.
Susu diberikan melalui pipet kecil yang dipasang karet, agar tidak melukai bibir bayi angora. Alhamdulillah, bayi angora mulai bisa mengecap susunya. Rasanya terharu banget, mengingat saya dulu tidak melakukan inisiasi menyusu dini pada Aisyah. (Jadi kelinci ini pelampiasan, Rin? Ya Enggaklah, darurat ini)
Doain ya semoga duo kembar angora bisa terus survive walaupun induknya udah mati. Ada saran nama gak, nih? Hehe.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar