Kamis, 05 April 2018

Kematian itu Niscaya, Kita Hanya Sedang Menunggu Antrean

Bismillahirrahmanirrahiim
Akhirnya saya bisa kembali membuka blog ini. Sudah setahun tidak dikunjungi apalagi diisi.
Beberapa hari terakhir, syaa merasakan anchor karena merasakan cuaca seperti aroma masa kecil. Anchor itu semacam ingatan akan sesuatu yang muncul kembali karena merasakan bau-bauan, gerakan atau gambar.
Anchor ini kayak benar-benar melempar saya ke masa lalu, masa-masa bermain dengan teman-teman, lalu ketika maghrib menjelang para orangtua mulai mencari anak-anaknya untuk pulang.
Aroma udara yang kuat, saya merasa betul-betul gak enak hati. Seketika rasanya hanya ingin terdiam, sedih bercampur aduk.
Lalu, ada sms masuk, mengabarkan bahwa tetangga samping rumah Mama meninggal dunia. Bapak dari teman saya, orangnya baik, saya bisa melihat sosok bapak dari beliau. Almarhum ini bisa dibilang mantri desa dari dulu. Suka memberikan saran tentang kesehatan dan memberikan suntikan vitamin ke orang-orang kampung yang datang berobat padanya.

Nyatanya, orang yang paham dengan kesehatan pun, pada akhirnya meninggal dunia. Lalu saya kapan? Kita kapan?

Kematian amat sangat misteri. Tidak mengenal waktu, kesehatan bahkan umur. Selang beberapa hari, pagi ini, kembali saya mendapat sms dari kakak, tetangga di sebelah rumah meninggal dunia. Almarhumah ini kemarin malah sempat menanyakan kepada saya, kapan jualan ayam lagi? Beliau sangat suka memasak hati dan ampela ayam, menu favoritnya. Saya hanya menjawab dengan senyum, entah kapan saya bisa berjualan lagi.

Lalu kali ini, rasanya menyesal begitu dalam. Seharusnya saya tidak perlu menunggu jualan untuk memberikannya hati dan ampela ayam, saya bisa saja segera ke pasar, membeli hati dan ampela dan menghadiahkannya kepada beliau. Ya Allah, saya menyesal, betul-betul menyesal. Maafkan saya, Bu, keinginanmu yang terakhir tidak bisa saya penuhi,
***
Tetua-tetua di kampung satu per satu pergi, satu kesedihan saya yang belum juga tuntas. Mama belum betul-betul pulih dari sakitnya. Pikiran-pikiran melintas cepat, bagaimana jika selanjutnya Mama atau bagaimana jika saya yang selanjutnya pergi?

Saya belum memberikan apa-apa kepada Mama, membahagiaknnya pun belum.
Amalan saya gak ada, dosa malah menggunung. Ya Rabbi....

Kita semua sedang mengantre menuju kematian, siap atau tidak.
Semoga kita selalu semangat berbuat baik tanpa menunda, tanpa melihat kapan dan siapa.
Semoga kita bisa selalu istiqomah berbuat baik dan beramalan sholih.
Dan semoga kita mendapat akhir yang baik sebagaimana para syuhada yang meninggal sembari menyunggingkan senyum.

Maaf atas tulisan yang tiba-tiba aja kayak gini. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar